Selasa, 29 Juni 2010

Segmentasi dan Positioning Komik Indonesia

Segmentasi dan Positioning Komik Indonesia
(arsip makalah gelar komik merdeka Solo 22-25 April 2002)
Hafiz Ahmad
pengajian komik dkv

"Marlboro. No. 1 in the US. No. 1 in the world."

"Avis hanya no. 2 dalam bisnis penyewaan mobil. Nah, mengapa datang pada kami? Kami selalu berusaha lebih keras lagi."
"Seven Up : minuman tanpa cola."
Dalam kehidupannya, manusia cenderung menempatkan sesuatu dalam sebuah posisi. Teman terbaik. Mobil no. 1. Kota terkenal. Dan masih banyak lagi. Hal ini akan lebih banyak lagi dijumpai dalam iklan, yang menjadikan pemberian posisi ini sebagai satu kekuatannya, seperti terlihat dari beberapa kalimat pembuka di atas.
Dalam bukunya Positioning : The Battle for Your Mind, Al Ries dan Jack Trout menyatakan bahwa positioning adalah suatu konsep yang sederhana, yaitu bagaimana melakukan suatu penempatan/posisi terhadap pikiran prospek/target. Yang menjadi target tentu saja adalah (calon) penggunanya/target audience, bukan pada produknya. Positioning akan menempatkan produk pada satu tingkat tertentu dalam benak (calon) penggunanya, dan ini adalah satu hal yang cukup sulit, terlebih bila dalam kenyataannya, produk tersebut tentunya memiliki pesaing, yang juga berusaha menempatkan dirinya dalam satu posisi yang juga menguntungkan.
Mengapa positioning menjadi penting? Karena pada dasarnya manusia menginginkan sesuatu yang terbaik. Sesuatu yang nomor satu. Dan inilah yang menetap lama dalam benaknya. Siapa yang pertama kali mendarat di Bulan? Neil Armstrong. Siapa yang kedua mendarat di Bulan? Mungkin tidak banyak yang tahu.
Kedua, posisi juga bias berkaitan dengan emosi. Seperti halnya perusahaan penyewaan mobil Avis yang dengan gamblang menyatakan diri sebagai nomor dua, yang ternyata dalam hasil promosinya bisa mengalahkan pesaing nomor satunya, Hertz. Mengapa? Karena ternyata berada pada posisi yang “kalah” bisa mengundang simpati, selain Avis sendiri mampu menggunakan posisi dua tadi dengan sangat baik, seperti contoh kalimat promosi di atas.
Lalu apa hubungannya dengan komik, terutama komik Indonesia?
Hal di atasnya tentunya bisa juga diterapkan dalam komik, apalagi di Indonesia terdapat banyak sekali “pesaing” komik lokal, yang nota bene juga memiliki (sekaligus ‘mengklaim’)posisinya sendiri. Dan pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan posisi komik lokal itu sendiri?
Komik Amerika sudah sejak lama mengukuhkan diri dalam posisi sebagai komik super hero, yang mengalirkan cerita kepahlawanan yang sempurna, dengan tokoh-tokoh yang memiliki kekuatan super, atau manusia biasa yang melatih diri sedemikian rupa sehingga memiliki kelebihan di atas rata-rata manusia biasa. Meskipun banyak juga tema-tema komik Amerika yang tidak berakar dari cerita super hero, tetapi predikat ini sudah terlanjur melekat kuat, menempatkannya dalam posisi yang khusus.
Komik Eropa lain lagi, dengan menempatkan diri dalam posisi komik petualangan, dengan bumbu aksi dan terkadang humor, seperti yang terasa pada komik master piece mereka yang dikenal di Indonesia, seperti pada Tintin, Asterix dan Obelix, Steven Sterk hingga The Smurf. Selain juga masalah format yang khusus (ukuran, layout, jumlah halaman dan berwarna) yang tentunya berpengaruh pada harga yang cukup mahal.
Komik dari kawasan Asia pun menempati posisi yang juga cukup mapan. Komik Jepang berhasil memantapkan diri sebagai komik murah dan tebal, dengan tema yang sangat beragam, mulai dari kisah cinta, misteri, detektif hingga eksperimental, bisa dibaca oleh kalangan yang juga beragam, dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain tentunya, gaya gambarnya yang khas yang kini menjadi panutan banyak artis muda.
Di luar Jepang, juga ada genre lain yang juga menempati posisi mapan. Komik Hong Kong dan Singapura lebih dikenal dengan cerita-cerita aksi pendekar kungfu yang kerap mengangkat kisah jagoan kungfu legendaris.
Kita banyak mengenal posisi komik lokal sebagai komik yang mengambil cerita wayang, drama percintaan, cerita rakyat serta kepahlawanan yang tentunya juga lokal. Saat ini juga mulai banyak generasi baru yang keluar, dan tampaknya mulai mengambil dua jalur besar : jalur komik sebagai karya seni / art, dengan indie label-nya; dan jalur komik industri, dengan tema dan cerita yang cenderung mainstream.
Kembali ke masalah positioning tadi, maka ada baiknya kita bisa mencoba memetakan, di mana posisi komik Indonesia berada, untuk bisa kuat bersaing menghadapi komik-komik lainnya. Posisi apakah yang tepat bagi komik kita sehingga nantinya mampu maju dan berkembang? Apakah akan mengisi posisi yang sudah ditempati komik lainnya? Bertahan dengan posisi yang sudah melekat erat? Atau mencari posisi yang baru? “Melawan” komik asing dengan win – loose atau win – win solution?
Ada enam langkah untuk menentukan dan mempertahankan posisi, yang tampaknya bisa dicoba diterapkan dalam komik Indonesia:
1. Posisi apa yang kini dimiliki komik lokal?
Positioning dimulai dari diri sendiri, dalam arti bagaimana posisi komik Indonesia dimata pembacanya? Karena akan lebih mudah untuk berurusan dengan sesuatu yang sudah ada dan terbentuk, dengan sebuah pendekatan yang sangat besar dan mencakup banyak hal. “The ability to see the whole point.”
2. Posisi apa yang ingin dimiliki komik lokal?
Kemudian setelah mengetahui posisi komik lokal di benak pembacanya, maka posisi apa yang ingin dicapai berikutnya? Lebih baik mencoba untuk memfokuskan pada suatu hal yang spesifik, dan membangun posisi yang unik.
3. Siapa yang harus dibidik oleh komik lokal?
Yang harus diingat adalah pembaca memiliki hak untuk memilih, sehingga dalam menentukan posisi yang akan diambil dapat sesuai dengan apa yang diharapkan dan dibutuhkan sasarannya. Inilah pentingnya segmentasi dari komik itu sendiri.
4. Bagaimana dengan dukungan dana?
Bila ingin masuk dalam suatu posisi yang kuat dalam industri, dana menjadi hal yang juga mendapat perhatian. Apa yang bisa dilakukan dengan dana yang ada. Di mana komik tadi akan didistribusikan secara besar-besaran? Apakah di kota besar, menengah atau kota kecil?
5. Bagaimana mempertahankan posisi tadi melalui pengungkapannya?
Setelah mampu menempati suatu posisi tertentu, maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah mempertahankan posisi tersebut di benak pembaca. Ada kalanya harus dilakukan perubahan strategi, ada kalanya tidak. Komik Amerika memang kental kadar super hero-nya, tetapi bila kita cermat melihatnya, super hero pada era 70-an akan sangat berbeda dengan super hero era 90-an dan 2000-an. Kisah hidup Superman, Batman dan Spiderman entah sudah berapa kali ditulis ulang, dimodifikasi, untuk bisa menjaga posisi sang tokoh di benak pembacanya.
6. Apakah perilaku dari komik lokal sesuai dengan posisinya?
Hal penting lainnya adalah konsistensi. Setelah menentukan satu posisi yang kuat, maka selain mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian, menjaga konsistensi adalah hal yang juga penting. Misalkan jika telah ditentukan bahwa komik Indonesia adalah komik kepahlawanan tanpa kekerasan, maka citra yang harus dipertahankan adalah yang mengacu pada hal tersebut. Jangan kemudian keluar komik Indonesia yang dianggap sadis, meski tetap bertema kepahlawanan. Dan biasanya langkah terakhir ini merupakan langkah yang paling sulit dilakukan.
Hal lain selain menentukan posisi adalah melakukan segmentasi pembacanya. Siapa yang menjadi pangsa pembaca komik terbesar, dan masih bisa ditembus? Jenis komik seperti apa yang mereka sukai dan sejauh ini belum mereka dapatkan? Lalu bagaimana isi/materi komik yang sesuai dengan segmentasi pembaca yang seperti itu? Apakah dengan tipe pembaca usia 5 – 7 tahun bisa menerima adegan kekerasan yang gamblang atau tidak?
Menilik dari meledaknya popularitas saudara sepupu komik, yaitu film nasional melalui film Ada Apa dengan Cinta, ada satu hal menarik yang bisa diambil. Film tersebut merupakan satu film hasil kajian yang mendalam. Pertama, dari kebanyakan film asing yang diputar di Indonesia, pangsa pasar mana yang masih kosong dan belum terisi? Film asing yang kebanyakan diputar di Indonesia lebih pada kalangan dewasa dan anak-anak. Pangsa remaja masih kosong, padahal jumlahnya pun cukup banyak. Lalu jenis cerita apa yang disukai remaja? Jelas kisah cinta, yang tentunya cinta remaja, dengan segala kekhasannya. Dengan ketajaman analisa seperti ini, Ada Apa dengan Cinta berhasil sukses di pasaran komersil serta disebutkan sebagai tonggak kebangkitan film nasional.
Bagaimana dengan komik? Hal yang sama tentunya juga bisa kita wujudkan.
Maju terus komik Indonesia!
Bandung, 15 April 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar